
Tokoh Katolik Franz Magnis Suseno mengingatkan Indonesia agar memperhatikan tiga hal jika benar-benar ingin memajukan moderasi beragama dalam konteks kemajemukan.
Adapun tiga hal yang ia maksud adalah terkait masyarakat, tokoh agama, dan negara. “Saya merasa kalau moderasi agama itu mau kita majukan, maka kita harus memperhatikan tiga dataran. Satu itu masyarakat, yang kedua itu tokoh agama, yang ketiga itu negara. Tiga-tiganya harus belajar sesuatu,” kata Magnis dalam Colloquium Tokoh Agama bertajuk “Kerukunan dan Moderasi Beragama dalam Konteks Kemajemukan Indonesia” yang diselenggarakan Kementerian Agama, Rabu (25/11/2020).
Pertama, masyarakat harus belajar mengenal bahwa setiap agama memiliki perbedaan. Menurut Romo Magnis, setiap masyarakat semestinya tidak bisa menganggap bahwa semua agama sama di mata mereka. Sebaliknya, masyarakat seharusnya memiliki kemampuan untuk meyakini agamanya sendiri tanpa meremehkan atau dengan menghormati keyakinan agama lain. “Untuk itu diperlukan kemampuan komunikasi dengan enak dan rileks dengan orang-orang yang berkeyakinan lain. Itu sebenarnya kemampuan yang tidak perlu diimpor,” ujar Romo Magnis. “Itu sudah ada, orang Indonesia sudah tahu bahwa orang yang ada di dekatnya atau sekitarnya pasti memiliki keyakinan atau agama yang berbeda,” kata dia.
Hal kedua yaitu mengenai tokoh agama yang menurutnya memiliki peranan besar memajukan moderasi beragama di Indonesia. Oleh karena itu, Romo Magnis menyampaikan tiga harapannya untuk para tokoh agama di Indonesia. Pertama, ia meminta agar para tokoh agama di Indonesia belajar berhenti bicara buruk tentang agama lain. “Kita tidak boleh juga bicara jelek tentang tokoh agama, begitu juga tidak omong jelek tentang agama lain. Penting itu,” ucapnya. Kemudian, ia juga mengajak para tokoh agama untuk semakin dapat meyakini kebenaran agamanya sendiri, dengan tidak merendahkan agama lain. Menurut pandangannya, arti kebersamaan itu bukan dengan cara meyakini agama sendiri dan mencemooh keyakinan lain. Melainkan, setiap tokoh agama harus meyakini agama sendiri dan menghormati perbedaan.
Lanjut dia, para tokoh agama diharapkan berhenti membuat sekat-sekat antara umatnya dengan umat lain. “Bahwa di Indonesia, pada garis besar toleransi itu begitu baik, itu dinilai ketika orang saling kenal lalu tidak ada masalah. Meski dia beda agama, tapi kalau dibikin sekat-sekat, misalnya di sekolah anak belajar jangan bergaul dengan orang beragama lain, itu bisa jadi gawat, sulit disembuhkan,” tutur rohaniwan Katolik sekaligus budayawan ini. Menurut Magnis, kita semua harus sama-sama tahu bahwa jika berbicara soal agama, ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu rendah hati dan menghormati kebebasan orang beragama lain. Terakhir, ia memberi catatan bahwa negara juga memiliki peranan penting dalam memajukan kemajemukan Indonesia. Ia menuturkan, negara harus bisa membangun kepastian hukum termasuk hormat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). “Negara menjamin ruang dan kondisi dasar agar umat beragama bisa hidup berdampingan tanpa saling mengganggu dalam suasana sejahtera, damai, dan adil,” kata Franz Magnis Suseno.
Berikutnya, negara memastikan monopoli haknya untuk menggunakan kekerasan fisik. Ia menekankan, Negara tidak boleh toleran terhadap kekerasan dalam masyarakat atau ancaman. Jika negara mengizinkan ada kelompok-kelompok memakai kekerasan, kata dia, menunjukkan negara telah bangkrut dan tunduk pada paham ekstrim. Kemudian, mengenai hak asasi kebebasan beragama telah menuntut negara untuk memberi perlindungan penuh HAM dan hak warga negara, termasuk komunitas agama yang tidak diakui oleh negara. “Dengan segala hormat, saya mau mengatakan bahwa di Indonesia itu diakui enam agama. Itu secara etis adalah tidak memadahi. Di Pancasila tidak ada pengakuan enam agama, lalu yang lain tidak diakui. Semua orang berhak percaya apa yang mereka yakini di hadapan Tuhan,” ucap Magnis.
Di sisi lain, ia juga menyoroti adanya klaim negara terkait sebuah agama dinyatakan sesat. Menurut Magnis, hal tersebut tidak bisa dibenarkan karena sama saja negara tidak bisa menerima perbedaan. “Kesimpulannya, kalau kita mau membangun Indonesia adil, sejahtera, dan maju. Kita harus kembali ke konsensus dasar yang terungkap dalam Pancasila. Kita harus saling menerima dalam perbedaan,” kata Franz Magnis Suseno.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Romo Magnis: Jika Indonesia Ingin Majukan Moderasi Agama, Perhatikan Hal Ini”, Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/11/25/14285981/romo-magnis-jika-indonesia-ingin-majukan-moderasi-agama-perhatikan-hal-ini?page=all.
Penulis : Nicholas Ryan Aditya
Editor : Bayu Galih